Kamis, 03 Juni 2021

Tentang Tugas Akhir (Part 2)

 

Sekembalinya ke Jogja, aku langsung menghubungi semua teman yang memiliki akses dengan kedua pesantren tersebut. Ada Milun, mindoan-ku di Krapyak komplek Q, juga ada Mbak Faza, temennya Aliyah Mbak Farrah dulu di PP. Nurul Jadid yang melanjutkan pendidikannya di Krapyak (aku lupa di komplek apa). Keduanya banyak sekali membantuku mendapatkan kontak pengurus dari berbagai komplek yang jumlahnya tidak sedikit. Tetapi sayang, saat dihubungi, semua Ibu Nyai pengasuh menolak untuk diteliti lebih lanjut. Sebagian besar beralasan pandemi, sebagian lagi memang alasan pribadi tidak berkenan untuk diteliti dengan tema penelitianku. Antara sedih dan bangga, sedih karena risetku mentok tapi aku bangga bahwa betapa tawadhu’nya para Ibu Nyai di sana.

Sementara untuk PP. Sunan Pandanaran, aku dibantu Mbak Barokah, teman sekelas saat semester satu (yang kemudian dia dipindah ke kelas sebelah oleh sistem akademik, heu) untuk matur kepada Ibu Nyai Pengasuh di sana. Mbak Barokah sampai ditimbali ke ndalem untuk menjelaskan riseku. Dan ending-nya Kyai pengasuh maupun Ibu Nyai kurang berkenan untuk pesantrennya diteliti lebih dalam. Selain pandemi, juga karena sebuah alasan internal. Akupun memakluminya. Okay, mari bersabar dan tidak putus asa. Mungkin memang ini bukan yang terbaik. Tapi ya pada waktu itu, sesak sekali rasanya rongga dada.

Dalam tahap ketidak jelasan itu, aku hanya diam, membuka-menutup laptop tanpa kejelasan. Kadang baca-baca jurnal secara random, antara gamang pada bagian mana riset ini harus dirubah. Mas Fahrudin, Faisal, dan teman-teman lain menyarankan untuk menyusun ulang proposal dengan fokus studi literatur. Apakah memang harus merubah arah riset? Arrggg.. ndak mau, aku maunya living. Pun orang tua mendukung, katanya asalkan rasa penasaranku terjawab, silahkan mau riset dimana saja. Tapi disisi lain aku juga gamang, apakah aku terlalu memaksakan diri? terlalu ngotot tanpa melihat situasi?

Sebuah titik terangpun datang, salah seorang pengurus komplek R di Krapyak membalas WA-ku, Ibu Nyai pengasuh beliau berkenan untuk menjadi subjek penelitian. Dua hari setelahnya aku sowan ke ndalem beliau, Ya Allah, beliau humble sangat. Menerimaku dengan ramah, menanyakan banyak hal dan menceritakan pengalamannya belajar dan mengajar al-Qur’an hingga saat ini. Beliau adalah kemenakan pendiri IIQ Wonosobo, dan menantu bagi keluarga besar pesantren Krapyak. Terharu sekali rasanya, niatku yang awalnya hanya untuk sowan meminta izin malah mendapatkan banyak sekali data awal. Sekitar satu jam berada di dalem beliau, aku pamit dengan dada penuh. Penuh akan harapan. Sebelum pulang, aku matur bahwa bila benar-benar jadi meneliti beliau, aku akan tinggal di komplek tersebut barang setengah atau sebulan. Beliau mengizinkan asalkan aku mematuhi protokol covid yang berlaku di sana. Aku siap.

        Sekembalinya ke asramaku di Jl. Magelang, membaca catatan yang aku peroleh dari penuturan beliau, aku semakin bingung, kalau hanya satu Ibu Nyai yang berkenan, apa iya riset ini masih bisa dilakukan? Rasanya kabut tebal kembali menghalangi jarak pandangku.

Entah apa saja yang telah aku lakukan selama akhir bulan Juli itu, aku lupa, seakan tak sadar hingga saat ini, wkwkkkkk. Yang jelas, rasanya kepala pening sekali. Sepanjang hari-hari itu mimpi yang datang juga sering aneh-aneh, seperti ketinggalan kereta api dan dianter oleh teman-teman di PPMU mengejarnya. Jelas sekali tampak aku dibonceng Mbak Linda yang memang faktanya kalau naik motor tidak pernah tidak ngebut dan suka menerabas lampu merah, wkwkkkkk (piss Mbak Lin, pissss..!) dan teman-teman yang lain mengikuti dengan motor masing-masing, rasanya udah ndak ngala-ngalai iklan JupiterZ-nya Rossie dan Komeng. Tapi tetap saja si kereta tak terkejar. Mimpi ketinggalan pesawat apa lagi, pokoknya yang muter-muter tidak jelas di Bandara itu sering sekali menghampiri. Yang paling jelas banget, (hingga pagi harinya aku telpon babeh untuk memperkirakan kira-kira apa maksud di balik mimpi tersebut) adalah saat ketinggalan pesawat bareng Umi. Tampak di mimpi itu cuaca sedang cerah dan cenderung panas, entah kami berdua akan pergi kemana, kami dengan sabar menunggu di boarding, pesawat kami delay, dari speaker diinfokan bahwa pesawat kami masih lama, eh, beberapa menit kemudian, pesawatnya take off. Kami berdua speacless melihatnya dari balik jendela besar khas bandara. Menarik koper besar (yang entah kenapa di mimpi itu tidak masuk bagasi) ke pusat informasi dan ternyata memang benar tertinggal. Huhuuu. Mungkin inilah isyarat-isyarat aku akan mangkrak hingga 5 semester, wkwkkkkkkkk. Pada masa-masa ini, hanya satu doaku selain doa untuk kedua orang tua, berdoa agar Gusti pengeran senantianya merawat semangatku dan menjauhkan dari rasa putus asa.

Hingga pada awal Agustus, Aku mendapatkan info adanya Kampung Qur’an, di Kauman Semarang. Dalam keragu-raguan, aku mulai mencari info tentangnya, memang banyak sekali kegiatan yang tidak lepas dari al-Qur’an yang diselenggarakan di sana, dengan Masjid Agung Kauman dan Pesantren-pesantren al-Qur’an sebagai pusatnya. Yang paling fenomenal adalah kegiatan sima’an pada bulan Ramadhan. Silahkan ketik “sima’an al-Qur’an masjid agung Kauman Semarang” entry yang muncul tidak akan sedikit dan kegiatannya memang seramai itu. Akupun mulai membaca literatur tentang tradisi al-Qur’an. Selain jurnal-jurnal, kajian Tradisi al-Qur’an dalam buku Tradisi al-Qur’an di Pesisir –tesis yang Pak Rafiq katakan sebagai Kajian living ‘terniat’ yang akhirnya dilamar sebuah penerbit untuk dibukukan- yang aku pinjam dari Mbak Faizah pada awal semester 3 (panjang sekali narasinyaaaaa, hee) menjadi rujukan terbaik dalam literaturku (terima kasih banyak Mbak Faizah, ini bukunya masih di aku, ku jaga baik-baik kok) Karena mulai dari sejarah, proses transmisi dan transformasi tradisi al-Qur’an dipaparkan dengan eksplisit oleh Mas Barir, sang penyusun. Pun pengertian apa itu tradisi al-Qur’an dan aspek-aspek yang menyusunnya terdapat di dalamnya, ditulis langsung oleh Pak Rafiq dalam kata pengantar.

Tepat 17 Agustus, pertama kalinya aku berangkat ke Semarang menggunakan travel pagi, dihubungkan dengan salah satu Imam Masjid Kauman dan Ibu Nyai Pengasuh Pesantren Raudhatul Qur’an. Saat pertama kali ke Semarang untuk observasi awal dan meminta izin itu, aku sama sekali belum ada gambaran, objek apa yang akan aku teliti. Barulah saat sowan ke Ibu Nyai yang barangkali tidak lebih dari 30 menit, aku mendapatkan info kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan oleh perempuan-perempuan di Kauman. Salah satunya adalah sima’an al-Qur’an setiap ba’da subuh di Masjid Agung Kauman, juga kegiatan-kegiatan sima’an lain bersama para hafidz di luar Kauman. Hanya info ini yang aku kantongi.

Sebelum adzan dhuhur berkumandang, aku sudah berpamitan untuk kembali ke Jogja. , aku menjama’ ta’dim Dhuhur Ashar di Masjid Agung yang sudah berdiri sejak abad ke 17 itu. Lanjut kembali ke pool travel, dalam perjalanan pulang dihantui kekhawatiran, benar-benar belum jelas, bagaian mana yang bisa menjadi problem riset dari penuturan beliau. Huhuhuuu.

Periode Agustus-Oktober, pagi, siang, sore, dini hari (ga ada malam karena biasanya aku terlelap habis maghrib atau habis isya’ dan bangun tengah malam) kerjjaanku meninjau berbagai literatur. Mencari fakta-fakta tentang kauman, beragam kajian tentangnya dan lain sebagainya. Hingga akhirnya rasanya semakin tidak jelas, apa sebanrnya yang akan aku tulis? Akhirnya aku meguhubungi salah satu senior alumni UGM, Mas Sulaiman, magister sosiologi. Dulu pas semester 2 kenal perantara Mas Anas saat aku dan teman-teman membutuhkan mentor yang bisa menjelaskan tentang teori-teori sosial. Mas Anas me-reply status WA-ku yang kalau tidak salah berbunyi “Teman-teman ada yang punya kenalan mahasiswa magister jurusan sosiologi? Kalau ada, please PM” banyak yang reply, tapi yang berkenan untuk membantu kami saat itu adalah Mas Sulaiman. Singkat cerita, aku dan ketiga temanku janjian dengannya di perpus UGM untuk diskusi. Wah.. ybs benar-benar memahami di luar kepala teori-teori sosial yang bergejibun itu, baik klasik hingga kontemporer. Dulu semester dua aku paham apa yang dijelaskannya, sekarang uda lupa semua. Yassalam.. *nyengir*.

Akhirnya aku minta bantuan untuk mencari problem dan teori yang pas tentang realita perempuan Kauman. Kira-kira semingguan, diputuskanlah aku mengambil teori modal sosial. inget banget Mas Sulaiman waktu itu bilang “tenang Najma, tak jelasne nganti kowe dhong.” Sebaik itu memang. Aku mulai melakukan langkah awal, menelusuri berbagai literatur tentangnya. Untungnya Mas Sulaiman juga merekomendasikan buku apa saja yang harus aku baca, plus dia juga mengirimkan beberapa literatur yang dia punya. Jadilah rasanya hidayah itu bisa lebih mudah didapatkan dari pada proses sebelumnya. Akhirnya aku menyusun proposal, berjudul Modal Sosial Perempuan Kauman dalam Melestarikan Tradisi al-Qur’an. Entah pastinya tanggal berapa proposal itu rampung, yang jelas pertengahan November sudah aku kirimkan kepada Ibu Nurun Naajwah. Sebelumnya, Mas Sulaiman membantu mengoreksi, sehingga kata “melestarikan” diganti “Memelihara” karena menurutnya labih pas dengan redaksi ayat “inna nahnu nazzalna a-dzikra wa inna lahu lahafidhun” juga, diksi melestarikan rasanya lebih merujuk kepada ekologi. It’s Ok!

Problem yang kami angkat berangkat dari pernyataan Clifford Greetz (seorang antropolog yang lama sekali melakukan penelitian di Indonesia) dalam The Javanese Kijaji: The Changing Role of Cultural Broker yang menyatakan bahwa cultural broker atau makelar budaya yang berperan menghubungkan sekup sistem tradisi lokal dengan sekup sistem tradisi yang lebih luas dalam konteks Jawa adalah Kiai, karena Kiai dianggap memiliki 2 wajah sekaligus, yakni sebagai pemimpin dan pendidik masyarakat. Hal ini diperkuat dengan data riset yang dilakukan Mas Barir dalam tesisnya itu bahwa jaringan Kiai dalam transmisi dan transformasi tradisi al-Qur’an di daerah pesisir memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi lahirnya tradisi-tradisi al-Qur’an. juga disertasi Pak Rafiq saat menempuh S3 di Tample University yang mengangkat resepsi masyarakat Banjar. Di sana, tuan guru lah yang juga berperan menjadi cultural broker . Oke, ini adalah bagian das sein. Sementara das sollen-nya, Kauman Semarang tidak demikian adanya. Perempuan-perempuan di Kauman juga turut andil dalam berbagai lini kehidupan yang juga mencakup pendidik dan pemimpin masyarakat, diantaranya juga menjadi pengurus masjid Agung Kauman yang disebut dengan IKLIMAS (Ikatan Muslimat Masjid Agung Kauman), memimpin pengajian-pengajian, diundang menjadi pelaksana dalam slametan-slametan, melakukan sima’an al-Qur’an 5x dalam sepekan di Masjid Agung Kauman, dan lain sebagainya yang mencukupi syarat sebagai tradisi al-Qur’an. kira-kira demikianlah gap yang aku bangun, wkwkkwkkkkkkk. (Gap ini baru aku temukan pas terjun di lapangan  dan hal ini baru aku pahami setelah revisi tesis kesekian kali Oleh Ibu Nurun. Sebelumnya mah sama sekali tidak jelas bentuk risetku) dari realitas tersebut, teori modal sosial digunakan untuk menelaah apa saja sih hal-hal yang berkaitan dengan elemen masyarakat Kauman sehingga para perempuan memiliki power sedemikian besar. Oh, ternyata perempuan di sana memiliki kepercayaan, norma dan jaringan yang sangat kuat sehingga bisa berada dalam posisi seperti saat ini, yang kemudian berimplikasi pada terpeliharanya tradisi al-Qur’an yang bahkan berusia ratusan tahun. Terkait modal sosial itu sendiri silahkan baca buku yang ditulis Bapak Sunyoto Usman. Itulah buku babon yang menjadi rujukanku, rekomendasi Mas Sulaiman, again.

Selama tiga minggu, proposal tersebut ngetem di Ibu Nurun, ternyata beliau lupa kalau aku sudah mengumpulkan kembali proposal yang baru, kata beliau, pesanku tertimbun oleh kata selamat karena seminggu setelah aku mengumpulkannya, aku matur kepada beliau, bahwa artikelku dalam mata kuliah yang diampu beliau dimuat di salah satu jurnal. jadi beliau mengira sudah membalas pesanku terkait proposal karena pesan terakhir berbunyi "selamat" Heheeee.

 Pagi hari di minggu ketiga setelah mengumpulkan proposal itu, aku menghubungi beliau. Beliau kaget karena baru ini tidak mengoreksi tugas akhir mahasiswanya hingga tiga minggu. Pagi itu beliau sedang mengajar, lalu berjanji untuk menelpon dan memberikan koreksi pada siang harinya. Alhamdulillah beliau approve walau ada sedikit catatan di rumusan masalah dan sistematika pembahasan. Aku diminta untuk segera terjun lapangan karena semester 4 sudah akan berakhir. Antara senang dan sedih. Senang karena approve dan sedih karena sudah tampak jelas aku tidak lulus tepat waktu. Hiks. Tak apa, memang demikian jalannya, yang penting sudah berusaha untuk terus bergerak. (kembali ke prinsip hidup, LOL)

Sekitar tanggal 9 Desember aku berangkat riset ke Kauman. Alhamdulillah mendapatkan kos plus teman-teman di dalamnya yang baik-baik banget, walaupun nyari kosnya di google map dan booking-nya online. Ndak kenal siapa-siapa soalnya, huhu. Beruntung dek Ifa punya koper jumbo sisa umroh yang bisa aku pinjam, sehingga selain baju dan buku-buku, meja lupatku pun juga bisa aku bawa. Wkwkkkkkk. Banyak sekali sosok-sosok yang membantuku selama di sana. Dalam hal ini ada yang tidak mau aku sebutkan. Bersyukur sekali diterima dengan tangan terbuka saat sowan kepada ibu-ibu aktivis tersebut. Sejauh perjalanan observasi dan menggali data, tidak terdapat kendala yang berarti. Aku menjalaninya dengan senang hati. Menjumpai banyak orang, memperhatikan banyak hal, beli jajanan dan sate di pasar Johar setiap habis jamaah subuh, wkwkwkkk.  

Terharu sekali karena sekaliber KH. Hanif Ismai’il yang merupakan tokoh masyarakat, ketua Ta’mir masjid Agung sekaligus pendiri TPQ terbesar di Kauman (angka lengkapnya ada di tesis, lupa) dengan humble-nya meluangkan waktunya untuk ditemui walaupun aku hanya mengkonfirmasi via WA. Pun para ibu-ibu berkenan membiarkan aku mengikuti berbagai aktivitas pengajian di Kauman. Jadi ingat Ibu Yanti yang menungguku  cukup lama untuk pengajian pada malam Juma’at ditengah gerimis. Sementara aku juga menunggu beliau di kos nyambi telponan dengan orang rumah. Aku santai saja karena bu Yanti berjanji akan menelponku bila telah tiba di depan kos, dan ternyata, HP-ku dalam keadaan silent. Ya Ampun, maafkan daku, Bu. (Salim wolak walik sama Bu Yanti)

Ibu Khoir juga tidak segan mengajakku sima’an di rumah warga saat beliau mendapat undangan, waktu itu aku sima’an di daerah Semarang Timur, (sementara Kauman berada di Kecamatan Semarang Tengah) saat teman beliau yang biasa sima’an sedang haid, akhirnya akulah yang diajak. Alhamdulillah bisa mendapatkan tambahan data yang kata Mas Sulaiman merupakan penerapan dari teknik penggalian data FGD, aku sih iya-iya saja karena ndak faham kasudnya, heee. Ternyata sebelum pulang sima’an, disangoni sama tuan rumah. *jadi malu. Intinya, proses observasi aman dan membahagiakan. Terima kasih kepada ibu-ibu pengurus IKLIMAS (Ikatan Muslimat Masjid Agung Semarang). Anggota dan pelaksana sima’an di Masjid, ibu-ibu pengajian di Kampung Book, Kerajaan dan di Kampung Mustaram, juga ibu-ibu pengajar di TPA, penerimaan beliau semua hangatnya terasa sampai ke hati. Bahkan saat pamit untuk kembali ke Jogja, aku mendapatkan banyak kenang-kenangan, ada yang ngasih mukenah, jilbab, brownies famouse di Semarang yang aku lupa brand-nya, hingga kue Ganjel Rel khas Semarang. Huhuuuu. Terharu sekali.

Aku resmi menyelesaikan riset pada pertengahan Januari 2021. Oh.. ada kendala terkait surat izin riset juga sebenarnya pada akhir Desember. Tapi lebih kepada aku yang teledor dan gagal faham. Sampai-sampai Ibu Nurun menelpon dan meberikan opsi, kalau ternyata jenjang izin risetnya susah, fokus risetnya dirubah menjadi pustaka yang semi lapangan sehingga tidak perlu mengurus surat riset yang berjenjang dari Fakultas-Pemerintah Jogja- Pemprov DKI- Pemprov Jateng- barulah Kauman. Aku sempat down dan menjadi malas ngapa-ngapian sekitar dua harian. Tapi syukurlah, Sang Maha Kuasa dan Maha baik senantisa memberika kemudahan. Karena pandemi, pihak fakultas memberikan  keringanan bahwa cukup dengan izin riset dari fakultas. Allahu Akbar. *hembuskan nafas keras-keras* terima kasih banyak Pak Joko, staf fakultas yang sangat baik mengurus surat riset kami.

Alhamdulillah, Observasi lancar. Drama baru berlanjut saat penyusunan tesis dimulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar