Ini adalah proses terakhir dari BTS Bait di Awal Perjalanan, Mencetak. Karena hanya sisa satu sub bab, maka langsung saja, judul babnya tidak perlu ditulis ulang. Hehehe.
Mencetak
dilakukan secara konvensional, hanya menggunakan mesin foto kopi di
al-Maghfiroh FC, tempat Mas Yasir nyambi sebagaimana yang kami ceritakan di
awal. Profil lengkap percetakan ini, sudah kami lampirkan pada deskripsi buku
di halaman awal.
Awalnya
planning mencetak baru akan dimulai pada awal Desember 2021, karena buku
‘masih’ harus ready tanggal 5, kami pikir cukuplah 4 hari untuk
menyiapkan semuanya. Ternyata… Mas Yasir tanggal 2 wisuda, Jadwal wisudanya
diinfokan mendadak. Akhirnya, Senin 29 November, Mas Yasir bergegas ke Jember,
saya baru akan menyusul tanggal 2 pagi, karena Mas Yasir kebagian prosesi wisuda siang.
Senin itu
juga, sesampainya di Jember, Mas Yasir lanjut belanja bahan-bahan, seperti
aneka lem, tinta, plastik dop untuk melapisi cover dan lain-lain, saya
tidak terlalu paham. Oh iya, siangnya kami sempat edit cover karena
ternyata, saat kami cek ulang di DaFont, font Father Mother yang
kami gunakan, walaupun gratis tapi tidak untuk dikomersilkan, berketerangan “free
for personal use” akhirnya kami ganti font yang mirip-mirip dan 100% free.
Tapi lupa nama font-nya, wkwkwk.
Proses mencetak
baru dimulai pada Selasa, 30 November dengan mengirimkan file cover ke percetakan
kesayangan warga Jember, Gajah Offset. Wkwkwkk. Pagi dikirim, siang
selesai. Malamnya memotong-motong cover menjadi satuan, dicetaknya ‘kan ukuran
A3+ (tiap lembar isi 2 cover) Jadi harus dipisah dulu. Bisa dipahami kan ya? Wkwkkwkk.
Lalu secara manual dengan menggunakan alat laminasi, satu persatu cover
dilapisi dengan plastik dop. Betapa sabarnya Anda melakukan semuanya, Pak Yasir.
Keesokannya,
Rabu, barulah proses cetak. Masalah langsung menghampiri pada percetakan
pertama. Ternyata kertasnya terlalu tipis, jadi lengket di mesin dan nggak bisa
diproses. Ada banyak kertas yang terbuang. Padahal saat beli di Jogja, sudah
menyesuaikan instruksi Mas Yasir, berat kertas rentang 70-75 gsm. Setelah berjam-jam
dicoba dan tetap demikian, Mas Yasir kirim pesan kalau memang tetap ndak
bisa, kita pakai kertas HVS biasa ya? Ndak papa ya? Sebenarnya ya tidak
boleh, hiks. Tapi kalau memang tidak bisa, dari pada tidak cetak sama sekali
sementara cover sudah siap, naskah pun tinggal print. Saya mencoba
lilo. Mas Yasir sudah berusaha dengan menjemur kertasnya, barangkali
lembab karena terlalu lama disimpan. Lalu ybs coba diulang lagi, tetap
saja T_T
| Rusak :( |
| Jemur jemur...! |
Akhirnya saya
ingat sesuatu, yang lengket tersebut pastilah hanya sebagian. Saya minta Mas
Yasir untuk membuka kardus yang paling besar, yang berisi 8 rim dari toko
kertas, saya ingat betul kalau yang itu beratnya 72 gsm. Sementara yang beli
ecer di PINK FC saya tidak beratnya, asal beli saja. Saya pikir pastilah sama
dengan yang dipakai di FC tempat Mas Yasir, karena mas Yasir pernah bilang
standar mesin FC itu 70-75 gsm.
Dan benar
saja, proses cetak menjadi lancar jaya. Alhamdulillah. Ternyata kertas sebanyak
4 rim yang dibeli secara ecer itu memang lebih tipis, tidak sampai 70 gsm. Saya
jadi tahu, walaupun sama-sama dari foto kopian, spesifikasi kertas kertas yang
digunakan beda. Saya memang nggak nanya-nanya ke bapaknya karena tak pikir pastilah
semua tempat FC menggunakan berat kertas yang sama.
Demikianlah,
akhirnya kertas di cetak dengan book paper tidak sampai 150 eks,
sementara kami akan mencetak 200-an eks. Sekitar 60-an biji terpaksa kami cetak
dengan HVS. Itulah mengapa pada akhirnya teman-teman ada yang menerima buku
berkertas putih biasa, bukan kertas coklat, utamanya yang tidak bisa hadir
langsung ke rumah. Punten, paper book yang kami beli salah.
Malamnya, yang berarti malam Kamis, dilanjutkan
dengan ngelem, kalau kata Mas Yasir disebut dengan bending. Proses ini
dibantu teman-teman di FC, sehingga lekas selesai, lekas maksudnya tidak sampai
subuh, hanya pukul satu dini hari. Hmmm.
Kamis pagi,
sebelum menjemput saya di terminal Tawang Alun, Mas Yasir menyerahkan 210 eks
buku ke tempat pemotongan. Ini adalah proses akhir, yaitu merapikan pagian
pinggir-pinggir agar rata, tidak ada tepi kertas yang offside. Heheee.
Alhamdulillah, sore usai wisuda, buku-bukunya sudah kembali ke FC –dijemputin Mas
Kamil dari tempat pemotongan usai dia ngajar- dalam keadaan rapi, uda kek buku
beneran T_T
Alhamdulillah,
keesokan paginya, buku sudah mendarat di Lumajang dengan selamat diangkut oleh
bus akas, wkwkkkkk. Tinggal dimasukkan ke kantong tile, siap
menjadi souvenir.
Demikianlah BTS
Bait di Awal perjalanan. Kami mencetak 210 eks dengan jumlah undangan hanya 180
orang. Sebagian teman-teman yang berhalangan hadir sudah kami paketkan. Jadi,
setelah kami simpan sebagian, saat ini masih ada sekitar 20 eks sisa. Apabila teman-teman
pembaca ada yang berkenan, silahkan captri atau DM alamat, ongkir ditanggung
pribadi ya, COD dengan pak kurir entar. Hehehe.
Tapi perlu
diingat, buku ini retjeh sekali, hanya berisikan perjalanan kami hingga
memutuskan untuk menikah, jadi jangan berharap banyak. Hehehe. Makanya
yang kami undang hanya sebatas teman-teman dekat, karena selain tidak membuat
acara walimah (hanya ramah-tamah yang kami sebut reuni, wkwk) kami tidak
percaya diri bila buku kami dibaca orang diluar circle kami. Tapi dari
pada 10 eks nganggur di sini, kan ya mending ada yang mengadopsi.*jadi mbulet
kan?* Wkwkwk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar