Setiap membaca karya-karya Bang Darwis Tere Liye,
beberapa membuat aku berpikir, mengapa rerata latar belakang pendidikan sang
tokoh adalah sekolah berasrama, seperti Thomas yang bersekolah di asrama Kaki
Langit di pesisir pantai dan Dam yang bersekolah di Akademi Gajah. Padahal
kurang lebih delapan tahun aku tinggal di sekolah berasarama dan aku rasa biasa
saja, ya sekolah dan belajar, tidak ada sesuatu yang spesial, malah sangatlah
buruk karena harus berpisah dari Ibu Bapak. Hingga akhirnya aku menemukan
jawaban setelah mengalaminya langsung hidup di sekolah berasrama dengan status
bukan lagi peserta didik. Dan aku bisa lebih objektif mengamati kehidupan di
area sekolahan dan asrama ini.
Oh iya, sebelumnya perkenalkan namaku Najma.
Sudah hampir satu semester hidup bersama remaja-remaja yang setiap hari Senin dan
Selasa mengenakan atasan putih dan bawahan abu-abu. Sore ini aku sedang
bersantai dengan mushaf pink tersayang di gazebo halaman sekolah bersama para
milenial yang lahir dikisaran tahun 2002, setahun sebelum atau sesudahnya.
Ekspresi mereka sangatlah lucu. Betapa tidak, tangan kanan mereka memegang
mushaf, mulut komat kamit dan bola mata seringnya mengarah ke langit,
mengerjap-ngerjap bahkan terpejam. Kadang marah-marah sendiri bila apa yang
dilafalkan mulutnya tidak sama dengan tulisan di mushaf. Diam-diam dibalik
tampang sangar yang aku pasang setiap jadwal berkumpul kami berlangsung, aku
sering menahan tawa melihat ekspresi mereka.
Ada tujuh anak yang anggaplah aku mandori tiga
kali sehari. Setiap pagi usai subuh, pukul empat sore dan usai maghrib. Mereka
sama sepertiku, belum genap satu semester tinggal di asrama. Bedanya aku telah
menamatkan pendidikan strata satu dan mereka telah menamatkan pendidikan SLTP
atau sejenisnya. Baiklah, sebelum menceritakan lebih jauh kehidupan kami di
boarding school ini, Aku perkenalkan mereka satu persatu dengan versiku.
Salsabila
Qatrunnada. Penghuni
boarding memanggilnya Nada, walaupun Ia dirasa kurang pandai memainkan
nada-nada, hehee. Satu-satunya yang berkacamata diantara kami dan memiliki
kulit yang sangat sensitive (ssssttt.. istilah yang diperhalus dari gatelan. Piss Nad, piissss ^^v). Tapi
perihal semangat.. jangan ditanya. Nada selalu antusias beraktivitas, utamanya
yang bersifat motorik. Mungkin itulah alasannya dia eksis di ekskul pramuka
sejak SMP, sangking eksisnya diangkatlah dia menjadi menteri keuangan pramuka
inti di sekolah. Karena kelebihannya adalah hal-hal yang bersifat motorik
otot-mengotot, susahnya minta ampun kalau ngajak remaja yang arti namanya
tetesan embun ini untuk duduk manis. Percaya deh, tidak lebih dari lima menit
ia akan pindah alam. Tertidur. Wkwkwkkkk. Tapi salut deh sama Nada yang tak
pernah pantang menyerah. Apalagi semangatnya untuk memindah isi mushaf birunya
ke dalam hatinya. Subhanallah, jadi adem Nad.. kalau liat perjuanganmu, antara
melek-merem tiap habis subuh dan habis maghrib. Jadi berasa bener-bener kayak
terkena tetesan embun lho Nad. Nada juga cerdas dan open minded, tidak ada kata
sok dalam kesehariannya. Buktinya saat temen-temennya rame ngritik saran agar
ia tampak anggun, tak lagi tampak seperti member punk yang funky punya, tetiba
ia bertanya “gimana caranya jadi perempuan sejati?” aku jawab aja tak kalah
menampakkan kecerdasan sebagaimana Nada, “Ya harus melahirkan dulu Nad..
barulah engkau dianggap perempuan sejati.” :D Semangat terus ya Nad buat
ngebahagian Mama. Menurutku, hanya butuh sedikit lagi spirit untuk meninggalkan
hobi [yang tidak disadarinya] ngobrol dan bercerita yang agak-agak unfaedah,
agar proses copied isi mushaf kedalam
dada lekas terlaksana. Kalau bisa sebelum lulus harus uda kelar. Atau dari pada
ngobrol ngalur ngidul mending nyuci baju aja. Sebagai salah satu bentuk perawatan terhadap
kulit yang sensitive. biar kulitnya
ga gampang bintik-bintik yang rasanya menggelitik-gelitik. Karena bagaimanapun,
kulit sensitive harus senantiasa
bersih, baik kulit itu sendiri maupun kain yang membungkus kulit itu, sehingga
harus rajin ganti baju. Katanya mau jadi perempuan sejati? Salah satunya ya
rajin nyuci baju alias nginem ya Nad.(selain melahirkan lho yaa, Wqwqwwwqqq).
Salwa
Rimadhani Maghfiroh. Alumni satu almamater dengan Nada. Tingginya hampir sama, postur
tubuhnya hampir sama, gaya lagu baca mushafnya juga hampir sama, sama-sama
cepet uncontrol. Tapi Insyaallah
sekarang sudah beda, lebih calm dan
pas ditelinga. Hehee. Setiap membaca ayat terakhir halaman ke tujuh dari surat
al-Baqarah, teman-temanya pasti mengingat namanya, wa dhollalna> ‘alaikum al-manna>’u wa
al-salwa>. Tapi karena umurnya yang
paling uzur diantra teman-temannya, hee, jadilah ia dipanggil Mbak Awa. Salwa
rajin, bila diminta rajin. Suka mengulang bacaan mushafnya, bila diminta
mengulang. Jadilah dia harus diminta terlebih dahulu. Hhmm, menurutku dia agak
krisis bahan bakar untuk menggerakkan otot-ototnya agar mudah menjangkau
mushafnya di jendela ujung kasurnya. Sampai sekarang aku masih mencari penyebab
krisis energi Si Mbak Awa ini. Eman aja kalau yang sudah 9 bagian dari jumlah
30 bagian yang sudah dia copy ke
kepala dan dadanya jadi hilang, karena akan butuh waktu lagi untuk
mengembaliknnya. Kira-kira berapa lama waktu, berapa banyak biaya, dan berapa
kal energi yang telah dikeluarkan baik dirinya maupun orang tuanya untuk
mencapai sembilan bagian dari mushafnya itu yaa?. Aku rasa, Mbak Awa juga harus
merubah mindset-nya, menjadi sedih
dan tak bergairah bila belum melakukan muroja’ah mandiri [tanpa aku sebagai
mandor] sebagaimana ia sedih saat kehabisan air dan tidak bisa mandi. Kapan bisa kaya gitu Mbak.. Kapan?
*Maksa. Semoga, Amin (^^b). Salwa, dalam bahasa arab berarti manisan, ia memang
memiliki garis senyum yang manis dan cheer
up. Mudah-mudahan, akhir dari perjuangan bersama dua mushaf tercintanya
(yang ukuran saku dan terjemah perkata) juga manis ya Mbak Awa. Amin, semoga
kita semua juga.
Fina
Khoirun Nisa’. Entah nulis namanya bener atau nggak, hee. Panggilannya Fina. Tidak
susah menggambarkan seperti apa Fina, dia bak puteri Solo. Lemah lembut. Bahkan
seakan tak sanggup membuka lebar-lebar
mulutnya saat melafalkan mushafnya. Ia lembut perasaannya. Bila sedikit saja
kasar padanya, Fina akan meneteskan air mata. Sampai-sampai takut salah kata
kalau sama Fina. Kebalikannya Nada nih, ia sama sekali tidak bisa main motorik.
Tapi bingung juga sih kalau nyamainnya dengan puteri Solo, karena pernah juga
pada suatu subuh dihariminggu ia berteriak-teriak bercanda sama si Nada. Hmmzz,
barangkali puteri solonya lagi khilaf, Kekeekkeee. Layaknya seorang puteri ia
pastilah baik hati dan tidak dapat dibebani dengan beban berat. Bila beban
terlalu berat menggelayut di kepalanya, ia bisa sakit kepala, pusing, sakit
gigi, demam, maupun sakit perut. Yahh maklumlah, sang puteri belum memiliki
asisten yang dapat membantu meringankan pekerjaannya. Tapi percayalah Fina,
bahwa segala macam beban yang dirasakan hari ini, akan sirna saat engkau
berhasil menyelesaikan proses dengan segala usaha maksimal. Semangat Pin, inna ma’a al-‘usri yusran.
Salsanaila Aurel Nadiva, Si Nela dengan laqob NilNul. Layaknya squishi idup, Nela paling ginuk-ginuk
diantara kami. Tipe-tipe anak ayah, yang kalau ada apa-apa ngadunya ke Ayah,
bahkan bajunya pun dicucikan ayah. Paling besar hati di antara ketujuh
kawannya. Sepertinya besar hatinya lebih besar dari pada postur badannya,
sehingga tiada kata baper dalam kamusnya. Bawaannya cheer up, panteslah kalau deketnya sama Salwa, sejenis. Nela juga easy going sejati, penting uda usaha, kalau bisa ya Alhamdulillah, ga bisa ya ga
papa. Barang kali sikapnya inilah yang membuat pertumbuhannya subur, paling
subur se-angkatan di asrama. Wkwkkkkk.. maap Kak Nel, keknya dari tadi body shamming mlulu isinya. Paling seneng
liat dia malem-malem merem dengan suara cemprengnya. Saat mengulang 3x bacaan
wajib, balik ke awal, pojok halaman, ulang lagi, PR ngulang berkali-kali
sebelum tidur, dan seterusnya. Hahaaa.. sebenenya sih ga tega, tapi yaa gimana
lagi. Menurutku Kayaknya Nela kebanyakan snack-snack dan es deh, jadi kalau
lagi proses meng-copy ayat-ayat dari mushaf
merah ke otaknya dan hatinya jadi susah karena kebayang jajan mulu, iya kan
kak? (Mandornya kemeruh ^…^). Jangan jajan mulu kak, eman perutnya, jadinya kan
walaupun volumnya gede tapi sensitive,
sering perih hingga nangis-nangis. Kalau dramanya udah episode sakit perut, ini
bikin Aku sedih, sedih bukan karena khawatir Nela jadi kuyusan, tapi karena
tidak lagi melihatnya menutup mata sambil teriak-teriak dengan suara
cemprengnya pada tiga waktu dimana aku biasa menjadi mandornya. Segera menjadi
dewasa kak, ga sabaran liat Nela mengurus ini itu sendiri dengan jarang bantuan
Ayah ;)
Alvina Nur Dianita. Nana panggilannya. Jangan bayangkan dia seperti
Kim Nana dalam drama City Hunter yaakk, jauh banget. Wqwqwqwqqqq. Nana tuh
menurutku tipikah makhluk misterius. Kog bisa? Gimana ga misterius coba, kalau
sedang berduaan dengan mushaf pinknya, dia tak bersuara, tetiba mandekat
kepadaku selaku mandor agar sudi mendengarkan suaranya yang rada-rada serak mamel, pastilah aku sudi mendengarkan
suaranya, hanya saja misterius aja, dari tadi ga ada suaranya bertilawah,
tetiba mendekat dan semudah itu ia memindahkan lafal-lafal dalam mushaf ke
memori dan hatinya. Alhamdulillah. Kalau dalam hal ini, Kim Nana pacar Lee Yoo
Sung kalah sakti deh. Tapi kalau dia sedang BM [meminjam istilah Nela yang
katanya akronim dari Bad Mood] udahlah, isinya ngeluh ae.. “Duh bu mandor..
susah kaaah, Nana ndak bisa”. Aslinya pengen tak ketawain, tapi yang namanya
remaja baru gede ya butuhnya diperhatikan, sebisa mungkin disaat Nana sedang
adegan mengeluh dalam dramanya, kupasang tampang prihatin, empati tingkat
sedang, bahwa aku tau kalau itu susah. Dicampur dengan tampang tegas dengan
sedikit galak bahwa kau pasti bisa. Hahaaa. Kadang dia nangis. Hampir sama
dengan Fina si Puteri Solo, dia mudah terbeban dan gampang sakit. Amandel,
pusing, demam adalah makhluk halus yang sering menghampirinya. Kalau analisaku
sih yaa, barangkali karena dia bungsu, jadi kurang asupan beban berat sejak
kecil, karena bila terdapat beban, akan dibantu oleh orang tuanya ataupun
abangnya agar beban beratnya menjadi ringan. Barang kali begitu (--.--), kemerruh again. Atau bisa jadi
terkontaminasi Fina, kan sekamar tuh. (aishh.. Fina kog dijadikan kambing
hitam). Hmmzz, intinya yaa mengalir aja Na, nggak usah terlalu dipikirkan.
Kayak Nilnul aja, penting ikhtiar dan tetep happy
apapun yang terjadi.
Sinta Sonia Aulia Ali. Dipangil Sinta, kalau dari hasil analisaku
nih yaa.. Orang tuanya memeberi nama Sinta terinspirasi dari tokoh legendaris
Ramayana, buktinya nama kakaknya Sri Rama. Cocok dah kan jadi tokoh utamanya,
Rama dan Sinta. Kita tinggalkan epos Rama dan Sinta, karena ini bukanlah tempat
yang tepat untuk menceritakannya. Intinya Sinta adalah pribadi yang paling
tertutup diantara ketujuh temannya. Dan ia kebalikan dari Nela. Bila Nela anak
Ayah, maka Sinta anak ibuk sejati. Sampai-sampai kata ibunya “kalau dirumah ada
apa-apa mesti buk..buk.. selalu bak-bik-buk. Sampai-sampai dasi hilangpun harus
manggil Buk”. Heheee.. Wajar lah Sinta ya, anak bungsu. Hehee. Sebagaimana yang
lain, dia juga sangat bersemangat mengopi ayat-ayat di mushafnya agar terpateri
ke memori dan hatinya. Terbukti, mushaf hijaunya sudah mulai buruk rupa dengan
cover mulai membutuhkan lakban agar tidak lepas. Padahal mushafnya masih gres
pas pertama kali datang ke boarding.
Wkwkwkkk. Yang paling unik dari Sinta adalah suaranya. Hemm.. gimana yaa..
jenis suara melengking yang sepertinya berasal dari ujung tenggrokan yang
paling dalam. Sampe beberapa seniornya yang uda kelas XII bertanya, “siapa nama
adek itu ya Mandor, suaranya lucu sekali.. heheheee”. Kalau aku menganalisis
dari kesehariannya [maklum.. kan mandor, selalu mengawasi], sebenarnya dia
remaja yang memiliki cita-cita luhur, ingin membahagiakan orang tua dan
keluarganya dengan terus belajar dan menanam Kalam Mulia dalam dirinya. Tapi
sepertinya dia sebagai anak ibuk sejati, belum siap jauh dari ibunya, jadilah
wajahnya seperti galau setiap saat. Sangking galaunya menurutku, bahkan ia
seperti tak punya nafsu sama sekali untuk mandi sore. Betahnya si Sinta,
setelah berjeruk-jeruk ria (aromanya lho yaa) seharian di sekolah untuk tidak
mengguyur badanya dengan air (0.0). HHmmzz, semoga lekas hilang galaunya,
segera bisa beradaptasi dengan boarding
yang tanpa ibuk. Sehingga untuk mandipun takperlu disuruh lagi, sebagaimana Sinta
yang saat ini sudah terbiasa mengulang-ngulang ayat-ayat yang telah tertanam
dalam memorinya tanpa disuruh.
Cindy
Kurnia Fatihah, dia biasa menulis inisial namanya CKF di barang-barangnya. Yang
membuatku galfoks menjadi KFC. Hehee.. efek laper kayaknya. Dia yang paling
prima fisiknya, makanya aku sebutin di akhir, karena dia ga bakalan sakit.
Hahaaa.. ya kan Cin. [apa hubungannya coba? :D] Menurutku, Cindy anak yang berkomitmen bagus.
Apapun yang terjadi, dia tak akan berpaling dari komitmennya. Tak peduli panas
hujan badai. Itulah sebabnya ia bertahan tinggal di boarding walau ibuk
tercintanya agak keberatan pada awalnya. Demi apa coba? Demi mengcopy dan
menanam kalam mulia dalam mushafnya ke memory dan hatinya. Sama dengan yang
lain. Dengan komitmennya juga ia tetap bertahan di ekskul paskriba saat ketiga
teman boarding yang lain melambaikan tangan. Suka sekali dengan komitmennya,
yang rela nambah jam untuk aku mandori lagi karena dia sibuk baris berbaris
dengan pasukannya, hingga tertidur di musholla bahkan teras. Apalagi kalau
suara lantangnya memecah kesunyian di lapangan depan, mengulang-ngulang bacaannya,
menambah ayat yang hendak ditanam di hati dan memorinya, dijamin, para kodokpun
akan berloncatan menjauh. Yang paling ngeselin nih [ada positif kan yan ada
negatifnya kan Cin **v] kalau dia udah dalam keadaan kualahan, selalu terucap
“buh kah.. du kah..” bikin sakit telinga eke selaku mandor. Hahaaa. Sebagai
mandor aku juga menganalisa, karena dia sudah terlatih ala-ala militer dalam
paskibra, menjadikan dia tak telaten dalam bidang dapur-mendapur. Susahnya
masyaallah kalau minta dia piket masak. Sampe rekan piketnya uda kaya jomblo
aja, ngenes. Wwkwkwkkk. (Yang peka lah Cin). Lagi, efek sering mendengar suara
bariton dalam paskibra dia kalau bicara selalu teriak-teriak (Just my Analys).
Aku sebagai mandor jadi kalah sama suaranya. Mbok yo suarane rodok di cilikne volumene Cin. Ben jadi perempuan
sejati, kalau dalam istilahnya Nada. Hehehee. Semoga kau dapat menjadi pribadi
yang seperti es batu (seluruh dunia tau kalau itu cemilan favoritmu, hee).
Komitmenmu terhadap mushafmu keras sebagimana tekstur es, keberadaanmu dapat
menyejukkan, sebagaimana es batu yang mendinginkan, dan hatimu dapat meleleh
bila melihat kemungkaran dalam diri maupun sekitarmu, sebagaimana es batu dapat
cair mengikuti keadaan.
Gantian aku yang mengrjap-ngerjap sekarang,
menyunggingkan senyum samar. Tersadar dari lamunan panjang yang sangat
subjektif menilai setelah memperhatikan mereka satu per satu. Langit semakin
jingga, sejingga hatiku terhadap para penghuni boarding (maksudnya?).
Mereka hanya tujuh orang, berarti hanya
seperdelapan dari total penghuni asrama, tak cukuplah kalau disebutkan semuanya
satu persatu. Sangat salut kepada mereka. ABG labil yang mengambil keputusan untuk hidup bersama kalam
mulia tanpa ragu. Kegiatan harian yang padat, sekolah full day, beragam ekskul,
kegiatan minat bakat, segudang tugas, event perlombaan, aneka kegiatan boarding
sejak selepas melek hingga hendak tidur, berbagai jenis piket harian, mulai
dari membersihkan kamar, menyapu, membuang sampah, mencabut rumput, masak,
hingga menguras kamar mandi. Belum lagi dipaksa menjadi tukang laundry terbaik
bagi pakaiannya sendiri. Subhanallah.. kalau dihitung satu-satu, ndak tega
sebenernya sama mereka.
Tapi tenanglah kawan, ‘apa yang akan kita tuai
esok adalah hasil dari yang kita tanam hari ini’. Pepatah lama yang sudah
terbukti tapi sering kali kita ragu dengan kebenarannya. Sehingga seringkali
setengah hati menjalani hari ini. Selaku mandor akan aku usahakan memberikan
yang terbaik untuk kalian, karena bagaimanapun sebelumnya aku juga menjalani
kehidupan seperti kalian, dan karena tidak mendapatkan arahan yang jelas
tentang apa yang harus lakukan dan aku siapkan untuk masa depanku, Aku hanya
bisa menjadi mandor sekarang, saat orang-orang seusiaku sudah jauh melesat
menembus batas. Walaupun begitu, aku bersyukur dipertemukan dengan kalian,
karena energi kalian me-recharge energiku yang mulai menipis. Terimaksih karena
kalian masih menganggap aku berhaga sebagai mandor kalian.
Barangkali inilah alasan Bang Tere sering
menuliskan latar belakang pendidikan para tokohnya dengan sekolah berasrama,
karena tidak hanya tempaan akademis yang diberikan, tetapi berbagai tempaan
agar penghuninya menjadi pribadi strong
yang senantiasa memiliki stock problem
solving cemerlang dalam menghadapi kehidupan. Sekarang aku dapat melihat
dan memperhatikan nilai plusnya. Aku harap kalian tidak telat mendapatkan
hikmah besar kehidupan boarding (seperti
aku yang baru mendapatkan hidayah), jalanilah sepenuh hati walaupun kadang si
hati merasa berat. Maafkan aku.. yang tak
sempurna tuk dirimuuu.. *nyanyi.
Masjid seberang sekolah membunyikan lantunan
kalam mulia melalui pengeras suara, kembali aku perhatikan mereka satu-satu
sebelum memanggil agar berkumpul kembali di gazebo untuk berdoa. Ku buka buku tipis
bersampul hitam yang menyembul diantara lembar mushafku, berjudul Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghafal
al-Qur’an, karya Dr. Ali Mustafa Yaqub, Pengasuh pesantren Darus Sunnah, sebenarnya
aku sudah menghatamkannya. Ku buka halaman secara random, halaman 33, terdapat
hadist dengan terjemah Dari Jubair bin
Nufair, katanya, Rasulullah Saw. Bersabdah: sesungguhnya kamu tidak akan
kembali menghadap Allah dengan membawa sesuatu yang paling baik dari pada hal
yang berasal daripada-Nya, yaitu al-Qur’an”. Ku pejamkan mata, semoga kita
semua kembali Kepada-Nya dengan membawa al-Qur’an. Dan di hari kebangkitan
nanti, dapat memberikan syafaat untuk kita, orang tua, dan orang-orang yang
kita cintai. Amin.
Ku lambaikan tanganku pada mereka, satu-satu
datang kearahku dengan senyum mengembang, karena jadwal sore ini telah selesai
saatnya kembali ke boarding dan
mengambil jatah makan. Allahumma irhamna
bi al-Qur’an..
***
Jember, 12 Desember 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar