Sabtu, 25 Mei 2019

Mbah Kakung



Mbah Kakung, panggilan bagi kakek dalam tradisi Jawa. Ini bukan tentang Mbah Kakung biasa, karena sebagaimana seharusnya kakek yang merupakan bapak dari ibu atau  ayah, aku baru mengenalnya setelah berumur 21 tahun, tanpa ikatan darah.
Siang itu, minggu pertama Ramadhan 1437 Hijriah, aku menemuinya di sebuah masjid yang dua minggu setelahnya baru aku ketahui bahwa Mbah Kakung itulah yang membangunnya. Pertemuan terencana, Ustadz kami, staf khusus tahfidz Qur'an di kampus yang mengatur dan menjadi perantara pertemuan kami. Dan setelah pertemuan itu, barulah Aku tahu kalau Ustadz merupakan cucu dari sepupu si Mbah Kakung.
Terik matahari sangat menyilaukan, membuat alisku hampir menyatu, begitupun dengan Yuni, teman yang memboncengku dengan motor matic putihnya dari kampus hingga pelataran Masjid ini. Aku lihat, ustadz kami juga sama, berusaha menghalau cahaya berlebih dengan alisnya, menuju teras masjid yang terlihat lebih sejuk.
Ustadz meminta kami menunggu di teras, kami segera duduk. Aku mengedarkan pandangan ke dalam masjid, jamaah sudah bubar, sisa dua orang laki-laki di dalam. Di shaf ke dua, lurus dengan tempat imam, terdapat sosok berpostur pendek dan gemuk, tampak agak tambun, sepertinya sudah tua, bagian rambut yang tidak tertutup kopyah tampak putih, senada dengan kopyah dan kokonya, sarungnya berwarna denim, juga sedang sholat. Sisanya, seorang dengan hem coklat muda dan kopyah hitam, dekat dengan sisi pintu selatan, posisi duduknya yang agak mencong ke utara, membuatku dapat melihat dengan jelas wajah legam terbakar matahari, seorang pekerja keras, sedang merapalkan doa-doa penuh khidmat.
Dua menit, Ustadz keluar diikuti oleh sosok tambun itu, dapat aku tatap dengan jelas wajahnya yang berbinar, kumisnya juga sudah memutih, senyumnya merekah sambil mengucapkan salam, kami balas dengan salam di mulut dan tangan, mencium punggung tangannya yang terulur.
“Gimana? Ini kah yang mau tinggal? Semoga cocok ya, semalam sudah Mbah isi rumahnya, nanti kalau kurang dan butuh apa-apa, tinggal bilang.” Tanpa basa-basi, langsung inti percakapan.
Sekitar dua minggu sebelum pertemuan teras Masjid itu, aku, Yuni dan Mbak Farrah bingung memilih tempat untuk tabarrukan* sebagaimana kebiasaan kami saat libur panjang. Rencananya usai UAS sekitar 13 atau 14 Ramadhan kami akan nyantri kembali. Sudah ada 2 opsi pesantren sebenarnya, tapi kami rasa nanggung, karena liburan pesantren biasa dilaksanakan pada 21 atau 23 Ramadhan, sementara planning kami bisa nyantri sampai 28 Ramadhan. Pesantren kedua memberikan kesanggupan untuk menerima kami dan tetap menjalankan kegiatan sebagaimana biasanya hingga 27 Ramadhan. Akhirnya deal, tabarrukan di pesantren kedua. Hingga lima hari sebelum pertemuan dengan Mbah perawakan tambun berwajah berbinar ini, Ustadz menawarkan bahwa saudaranya memiliki rumah yang bisa kami tempati dengan kapasitas 12 orang. Kegiatan tabarrukan bisa tetap dilaksanakan bersama Ustadz, melanjutkan kegiatan mengaji selama di kampus. Jarak rumah ustadz dengan tempat kami akan tinggal hanya sekitar 200 meter. Dan terik diminggu pertama Ramadhan itupun menjadi awal pertemuan kami dengan Mbah Kakung.
Dua minggu lebih satu hari, kami tinggal di salah satu rumahnya yang tidak ditempati. Sekitar 50 meter ke arah timur Masjid tempat kami bertemu. Dari Ustadz kami tau bahwa Rumah itu dibeli secara patungan oleh si Mbah dengan salah satu dari 6 putranya, saat pimiliknya pindah dinas. Semakin hari, melalui penuturan ustadz dan kadang Mbah Kakung sendiri, membuat kami terperangah akan kehidupan Si Mbah. Rasanya campur aduk bisa mengenalnya, senang, sedih, cemas dan antusias. Senang, karena bisa dekat bahkan dianggap cucu olehnya, terbukti beliau selalu menyebut dirinya Mbah di depan kami. Sedih, Karena umurnya sudah 77 tahun, kami ingin lebih lama bisa bersamanya. Cemas, sangat cemas dan khawatir, dapatkah kami menjadi sosok seperti dia nantinya? Bila diumur 21 belum memulai start apapun untuk kehidupan dunia, apalagi untuk akhirat. Dan antusias, kami menjadi lebih antusias dalam menjalani hidup, minimal agar  bisa sepertinya, Bahkan kalau bisa agar lebih baik lagi.
Mbah Kakung tinggal bersama anak bungsunya Mbak Hafni yang menderita tunagrahita, dan seorang menantunya, kami memanggilnya Pak Rahmat, suami Mbak Hafni. Kelima anaknya yang lain berada diluar kota, sudah pada jadi orang dan berkeluarga. Aku lupa urutannya, Ada yang jadi dokter spesialis di salah satu rumah sakit Surabaya, dosen di ITS Surabaya, bagian dari menteri komunikasi di Jakarta, Sekretaris Daerah provinsi Jawa Timur berdomisili di Bangkalan Madura, dan staf ahli di salah satu perusahan swasta pengelola hasil pertanian di Jember. Yang terakhir menurut Mbah tak lagi dianggapnya sebagai anak, karena suka telat mendirikan sholat.
Istri yang menemaninya selama 48 tahun telah berpulang delapan tahun lalu, awal 2009. Menurut penuturan salah satu tetangga, yang bercerita usai jamaah subuh di Masjid setelah seminggu kami tinggal, perantara meninggalnya istri Mbah karena diabetes. Perempuan itu berusia 14 tahun saat dinikahi Mbah Kung, sementara Mbah Kung 20 Tahun. Dalam salah satu cerita Mbah di suatu malam, sebelum dinikahi, Istrinya adalah penganut aliran kepercayaan, tidurnya hanya 2 jam sehari semalam. Tapi ia adalah tipe pembelajar cepat, sambil mengantar anak-anaknya ke Sekolah Dasar Islam favorit di masanya, istrinya turut belajar agama dan belajar membaca al-Qur’an, Saat gelar ibu haji di disandangnya, ia benar-benar telah menjadi perempuan Muslim yang taat. Salah satu keponakan Mbah Kakung bercerita, bahwa alarhumah sangat disiplin mendidik anak-anaknya hingga bisa sukses seperti sekarang ini. Belakangan Mbah Kakung bercerita bahwa istrinya anak dari mantan kepala sekolah saat dia SD dulu yang pernah menamparnya karena tidak membawa tugas kesenian. Menurut Mbah, bukannya tidak mau mengerjakan tugas, tapi memang  saat itu tidak ada biaya yang dapat digunakan untuk menghasilkan sebuah karya. Sejak kejadian itu Mbah Kakung berhenti sekolah.
 Dua tahun sebelum menikah, Mbah Kung diminta untuk bekerja di PTPN tembakau dekat dengan rumahnya. Ia bersikeras menolak, karena prinsip hidupnya adalah tak mau mencari kerja, hanya mencari ridho Allah. Karena utusan PTPN itu memaksa, dengan setengah hati ia menerima. Tiba di suatu masa, terhitung 2 tahun dia bekerja, diamanahilah untukk mengelola sepetak tanah, saat terdapat kunjungan menteri pertanian di PTPN, takjublah sang menteri, dari sekian petak tanah percobaan, tembakau Mbah Kakung lah yang tampak sangat subur dan hijau.
“Sang menteri memanggil Mbah, padahal Mbah bersembunyi, karena malu. Mbah saat itu sangat pemalu. Kemudian kemudian ia memerintakan kepada kepala perkebunan agar mengangkat Mbah sebagai mandor. Padahal ijazah SD pun saat itu tidak punya. Kalau ndak salah, syarat menjadi mandor harus lulus SMA pada waktu itu. Karena Pak menteri yang meminta, tak ada yang berani menolak meskipun Mbah tidak memenuhi kualifikasi. Hee.. Ini semua karena Allah, kita harus memenuhi apa yang Allah perintahkan, maka tanpa dimintapun Allah akan memberi. Harus yakin sama Allah.” Tuturnya, pada malam ke 28 Ramdhan, saat kami berpamitan akan pulang esok harinya dan berjanji akan kembali lagi pada 13 Syawal.
Dalam kesibukannya sebagai mandor, Mbah Kakung senantiasa istiqomah mengamalkan berbagai ibadah yang diajarkan oleh guru spiritualnya. Seperti qiyamul lail yang harus dilakukan di tempat terbuka tanpa atap, membaca yasin fadhilah sebanyak 3x tiap usai sholat fardhu, berbagai wirid dan tilawah al-Qur’an. Padahal  terkadang urusann perkebunan baru selesai pada pukul 02.00 dini hari. Apalagi saat musim bakar tembakau tiba. Ia harus terus mengontrol agar tidak terjadi kebakaran pada gudang penyimpanan tembakau kering yang terbuat dari bambu dan rumbia. Tidak satupun amalan yaumiyah-nya alpha.
Panjang sekali perjuangan hidup dan kuat sekali komitmen yang digenggamnya. prinsipnya adalah wa maa kholaqtul jinna wal insa illa liya’budun, sehingga semua kegiatannya murni dilakukan sebagai wujud menyembahnya kepada Allah. Bekerjanya, menikah, mendidik anak, membangun masjid, mendirikan PAUD, TK dan TPQ gratis (kualitas dan sarana prasaranya sangat bagus), menyediakan perlatan Rukun Kematian (RUKEM), memberika sumbangan sebanyak 1 juta rupiah setiap terdapat tetangganya yang meninggal, menampung kami secara gratis, dan banyak sekali kegiatan sosialnya yang bernilai spiritual, semua murni karena mengharapkan ridho Allah. Sama sekali tidak mengarapkan balasan dari manusia. Karena itulah, masjid dan lembaga pendidikannya diberi nama ar-Ridho. Rumah yang kami tempati pun diperluas hingga halaman belakang yang saat ini cukup menampung hingga 60 anak, akhirnya diberi nama Rumah Tahfidzul Qur’an al-Ridho. Kami mengetahui semuanya dari ustadz dan para tetangga, bukan penuturan beliau.
Sebagai kawula muda dan thaalibul ‘ilm, kami sangat malu kepada beliau yang hingga berumur 77 tahun tetap istiqomah berpuasa, hampir setiap hari kecuali bila dirasa kurang sehat. Istiqomah menghatamkan al-Qur’an setiap 2 hari sekali, yang berarti 15 Juz sehari, istiqamah qiyamul lail dan sholat jamaah serta istiqamah dalam setiap kebaikan, tak pernah beliau ingkar janji, apa yang dikatakan selalu ditepati, karena beliau berpegang pada fal yaquulu qoulan sadida. Penghasilan pasif beliau bisa ratusan juta perbulan, dari ladang-ladang dan sawah miliknya, tak pernah membuatnya lalai. Sedangkan kami yang disebut hafidzul Qur’an? bisa murojaah 1 juz sehari sudah untung.
Dialah Mbah Kakung kami, yang bila ditulis tentangnya tidak akan pernah selesai. Senantisa menerangi sekitarnya, sesuai dengan wajahnya yang selalu berbinar. Akhirnya kami mengetahui, kenapa ustadz menyusun pertemuan usai sholat dhuhur pada waktu itu, karena itulah waktu senggang yang dimilikinya, sebelum kembali berdzikir dan tilawah al-Qur’an. Terimaksih banyak Mbah Kakung, sehat selalu gih, semoga Allah meridhoi setiap usahamu. Amin.


* dari kata tabarruk yang artinya mengambil barokah. Istilah tabarrukan biasa digunakan dalam tradisi santri di Jawa untuk nyantri dalam rentan waktu sebentar, selain untuk ngalap barokah Kyai, juga untuk memperdalam suatu disiplin ilmu, tidak secara komprehensif.  

Senin, 18 Maret 2019

Asrama al-Qur’an Madrasah Aliyah Negeri 2 (MAN 2) Jember



Lokasinya berada dilingkungan MAN 2 Jember. Alamatnya bisa dicari di google map ^…^ Fokus untuk mencetak generasi Qur’ani dengan program unggulan tahfidz al-Qur’an 10 juz selama lima semester. Ini target minimal yaa..! lebih dari 10 juz ya sangatlah tidak masalah. Awalnya adalah Rumah Qur’an yang diresmikan pada pertengahan 2017 dengan 16 santri putri dan 7 santri putra. Tidak menggunakan istilah asrama karena selain untuk membedakan dengan asrama regular yang disediakan khusus siswa dari luar kecamatan Gebang bahkan luar kota, siswa yang dalam kesehariannya dipanggil santri ini cukup untuk mukim salah di rumah dinas yang berada dilingkungan sekolah, akhirnya dinamailah Rumah Qur’an. Untuk santri puteri menempati salah satu rumah dinas yang berada disebelah gerbang selatan sedangkan santri putra menempati rumah dinas paling utara. Bila melewati jalan Manggar, sekitar 300 meter ke arah utara pom bensin, akan tampaklah benner disebuah rumah dinas cat hijau kanan jalan bertuliskan RUMAH QUR’AN MAN 2 JEMBER, itulah tempatnya. 
Pada tahun kedua, pertengahan 2018, Aku berkesempatan bergabung untuk menemani proses belajar santri angkatan kedua. Jumlahnya 41 orang, 14 putra dan 29 putri. Penerimaan santri masih dibatasi karena gedung asrama juga masih terbatas. Tidaklah susah untuk lolos menjadi santri asrama al-Qur’an MAN 2 Jember, cukup dipastikan namamu tertera lolos sebagai siswa MAN 2 Jember berdasarkan prosedur penerimaan peserta didik baru. Selanjutnya mengikuti seleksi asrama al-Qur’an.  Bagi siswa-siswi yang sudah memiliki hafalan al-Qur’an akan dites kemampuan membaca al-Qur’an dan tes hafalan yang telah dimiliki. Sedangkan yang belum memiliki hafalan, Cukup mengikuti tes membaca al-Qur’an dan tes kemampuan menghafal. Biasaya tes menghafal sejumlah ayat yang dipilihkan oleh tim penguji secara random dalam waktu 15 menit, lalu disetorkan. Beberapa minggu kemudian, pihak panitia akan menghubungi seluruh peserta untuk menentukan lolos atau tidaknya.
Santri putri baru angkatan 2018 menempati separuh bagian asrama siswa reguler. Sehingga penyebutannya sekarang menjadi asrama al-Qur’an, kadang asrama tahfidz. Karena belum utuh memiliki bangunan asrama sendiri, jadi penyebutan masih bisa sesuka hati. Yang penting berkaitan dengan al-Qur’an atau tahfidz. Heee.. Akupun ikut tinggal di wilayah ini bersama dengan tiga orang yang lain (anggaplah mandor). Mbak Iis, Mbak Ana dan Mbak Sofi. Sementara santri putri angkatan pertama, tetap di Rumah al-Qur’an bersama Mbak Putri dan Bu Rip (Juru masak kami yang masakannya maknyuss lho.. dan sabar abis..!).
Kegiatan utama di asrama adalah menghafal al-Qur’an, target minimal tiap semester santri menghafal 2 juz dengan baik (bagus bacaan & lancar). Kegiatan al-Qur’an asrama atau biasa disebut Qur’an Time diselenggarakan tiga kali sehari, sore pukul empat, malam pukul setengah tujuh dan pagi pukul setengah lima atau menyesuaikan waktu subuh. Biar gak bingung, aku uraikan kegiatan asrama al-Qur’an yaa..
Pukul 03.00 WIB bangun untuk Sholat tahajjud dan yang sejenisnya (Qiyamul Lail time), bersifat wajib, ada presensi tahajjud disetiap pintu kamar. Setiap hari santri harus mengsi kolom tanda tangan. Bila dalam satu minggu alpa sebanyak tiga kali bahkan lebih, maka akan dita’zir membersihkan comberan saat ro’an (kerja bakti) hari Minggu. Awal-awal diberlakukan peraturan ini sih banyak yang kena ta’zir, tapi sekarang uda jarang. Seringnya malah Mbak Iis yang bersihkan comberan. Heheee.. Setelah tahajjud bebas ngapain aja. Ada yang ngaji, mandi, nyeterika, bahkan tidur lagi dalam keadaan lengkap dengan seperangkat alat sholatnya. Heee. Bila Senin dan Kamis, usai tahajjud jadwalnya makan sahur. Bu Rip sedah menyiapkannya sejak dini hari demi penghuni asrama, baik banget kan beliau?. Sekitar pukul 04.00 WIB jamaah subuh dilaksanakan bersama santri regular di musholla asrama. Untuk putera jamaah di Masjid sekolah. Dilanjutkan dengan wirid dan membaca al-ma’tsurat. Usai jamaah lanjut piket kebersihan, jadwal disusun oleh asatidz. Tugasnya adalah menyapu area asrama, jemuran dan membuang sampah. Sekitar pukul 04.30 sampai pukul 06.00 WIB Qur’an Time pagi, dilaksanakan secara berkelompok sesuai mandor yang menemaninya. Setiap mandor bertanggung jawab terhadap 7-8 santri. Jumlah bisa bertambah bila santrinya bertambah. Setiap mandor memiliki metode sendiri dalam mengajar. Tak perlu khawatir, semuanya baik, sabar, dan telaten dalam menemani proses pembelajaran. Barangkali yang galak hanya Aku.. Wkwkwkkkk.. maafkan saya duhai kawan-kawan nan imut ^^v. Pukul 06.30 semua harus meninggalkan asrama dengan syarat kamar dalam keadaan rapi dan bersih. Jangan lupa sarapan sebelum berangkat sekolah yah.. sudah disediakan di meja makan oleh bu Rip dibantu oleh temen-temen yang piket masak.
 Sholat Dhuha menjadi program sekolah, dilaksanakan secara berjamaah di sekolah sebelum memulai pelajaran. Untuk jamaah dhuhur dilaksanakan di Asrama. Pukul 14.30 WIB barulah seluruh santri kembali lagi ke asrama. Kecuali hari Jum’at dan Sabtu sekolah usai pukul 14.00 WIB. Setiap pulang sekolah terdapat ekskul, tergantung kalian hendak memilih ekskul yang mana. Semua santri bebas memilih satu ekskul untuk diikuti kecuali pramuka inti, karena pramuka menyita banyak waktu dan tidak disarankan bagi para penghafal al-Qur’an (begitulah peraturan asrama yang ditetapkan oleh pengurus dan asatidz). Tapi seluruh siswa kelas X wajib mengikuti pelatihan pramuka selama setahun, ini beda dengan pramuka inti. Bila tidak ada jadwal ekskul, pulang sekolah bisa diisi dengan istirahat, mandi, nyuci, melipat baju, bersih-bersih atau yang lainnya hingga Qur’an Time sore dimulai, yakni pukul 16.00-17.00 WIB. Jangan lupa jamaah Asharnya yaa sebelum Q-Time!. Usai Qur’an Time sore barulah makan malam, intinya makan malam dilakukan sebelum jamaah Maghrib tiba. Lanjut jamaah magrib dan pembacaan al-Ma’sturat sekitar pukul 18.00. Kembali  Qur’an Time pukul 18.30 sampai pukul 20.00 paling lama pukul 20.30 WIB. Lanjut jamaah Isya’. Bila malam Jum’at, usai maghrib kegiatan tahlil dulu dan Qur’an Time diganti setelah jamaah Isya’ sekitar pukul 19.00. Usai Qur’an Time malam, lanjut belajar. Penghuni asrama harus berangkat keperaduan maksimal pukul 22.00 WIB. Agar tidak berat bangun tahajudnya gaes..!
Semua kegiatan ini diabsen secara mandiri oleh santri dalam buku ‘Amalal Yaumiah atau buku kegiatan harian yang wajib dibawa saat Qur’an Time pagi untuk di cek oleh para mandor masing-masing kelompok. juga rapor hafalan yang sifatnya harian. Kedua buku ini dipegang oleh masing-masing santri. Semua kegiatan haruslah dijalani dengan sepenuh hati dan maksimal agar hasilnya masksimal. Tiap akhir semester santri asrama juga akan menerima rapot sisipan terkait pencapaian kegiatan al-Qur’annya selama satu semester. Termasuk sikap keseharian, akhlak, kebersihan dan kedisiplinan.
Banyak sekali peraturan berupa kewajiban dan larangan. Yang paling penting diketahui, perpulangan ke rumah hanya diperbolehkan setiap dua bulan sekali, jadwal perpulangan diatur pengurus. Terkadang ada bonus libur dan boleh pulang bila terdapat tanggal merah pada hari Senin atau Sabtu (tanggal merah yang dekat dengan weekend).   Hari Minggu pagi, santri boleh dijenguk dan diajak keluar oleh orang tua atau pihak keluarga lain yang telah dikonfirmasi kepada pengurus atau mandor sebelumnya dengan syarat, kegiatan kerja bakti usai dilakukan dan wajib kembali ke asrama maksimal pukul 5 sore. Santri hanya diperbolehkan membawa 5 stel baju selain seragam, selain agar terbiasa sederhana, juga agar tidak terbiasa menumpuk cucian. Santri putri dilarang keluar asrama menggunakan celana. Handphone adalah barang terlarang di asrama, bila hendak menghubungi orang tua, bisa pinjam punya mandor. Pihak pengurus juga membuat grup WA khusus wali santri untuk memudahkan komunikasi. Pokoknya banyak peraturan kerennya. Wwwqwqqq..
Untuk biaya akomodasi sebesar Rp. 500.000,- / bulan. Meliputi uang makan 2x sehari, kegiatan, kebersihan dan persediaan obat. Untuk biaya akomodasi awal Rp. 1.000.000,- (belum termasuk biaya bulanan. Jadi total biaya masuk asrama plus SPP 1 bulan pertama Rp. 1.500.000,-). Belum termasuk biaya sekolah yaa.. kalau dihitung-hitung dengan fasilitas dan kegiatan yang disediakan, harga tersebut termasuk murah. Biaya bisa berubah setiap tahunnya, menyesuaikan kebutuhan dan kegiatan santri.
Terhitung satu setengah tahun berdiri, usaha dan perjuangan santri tahfidz mulai menampakkan buah manisnya dengan menjuarai even-even Qur’ani. Yaitu: Juara 1 Musabaqah Hifdzil Qur’an kategori 5 Juz tingkat SLTA sederajat se-besuki, MA’RIFAH IAIN Jember (Agustus 2018). Juara 3 Musabaqah Fahmil Qur’an tingkat SLTA sederajat se-jatim, MA’RIFAH IAIN Jember (Agustus 2018). Juara 3 Musabaqah Fahmil Qur’an tingkat SLTA sederajat nasional, GBQ Universitas Brawijaya Malang (September 2018). Juara 2 Musabaqah Syarhil Qur’an MTQ Kab. Jember (Desember 2018).
Rencananya, pada tahun 2020, asrama akan alih status menjadi Ma’had. Renovasi gedung dan pembangunan tambahan direncanakan dilaksanakan pada tahun 2019 akhir. Bila hendak mencari sekolah negeri yang memiliki kegiatan ‘plus’ menghafal al-Qur’an, MAN 2 Jember bisa menjadi salah satu alternatifnya. Dengan tahun berdiri yang masih sangat muda, peluang untuk menjadi bagian dan berproses didalamnya sangatlah besar. Bersama-sama, kita menyusun metode dan beragam kegiatan penunjang untuk menjadi generasi qur’ani, generasi yang sukses juga mulia ^_^

Minggu, 03 Maret 2019

Sang Mandor dan 7 Penghuni Boarding School




Setiap membaca karya-karya Bang Darwis Tere Liye, beberapa membuat aku berpikir, mengapa rerata latar belakang pendidikan sang tokoh adalah sekolah berasrama, seperti Thomas yang bersekolah di asrama Kaki Langit di pesisir pantai dan Dam yang bersekolah di Akademi Gajah. Padahal kurang lebih delapan tahun aku tinggal di sekolah berasarama dan aku rasa biasa saja, ya sekolah dan belajar, tidak ada sesuatu yang spesial, malah sangatlah buruk karena harus berpisah dari Ibu Bapak. Hingga akhirnya aku menemukan jawaban setelah mengalaminya langsung hidup di sekolah berasrama dengan status bukan lagi peserta didik. Dan aku bisa lebih objektif mengamati kehidupan di area sekolahan dan asrama ini.

Oh iya, sebelumnya perkenalkan namaku Najma. Sudah hampir satu semester hidup bersama remaja-remaja yang setiap hari Senin dan Selasa mengenakan atasan putih dan bawahan abu-abu. Sore ini aku sedang bersantai dengan mushaf pink tersayang di gazebo halaman sekolah bersama para milenial yang lahir dikisaran tahun 2002, setahun sebelum atau sesudahnya. Ekspresi mereka sangatlah lucu. Betapa tidak, tangan kanan mereka memegang mushaf, mulut komat kamit dan bola mata seringnya mengarah ke langit, mengerjap-ngerjap bahkan terpejam. Kadang marah-marah sendiri bila apa yang dilafalkan mulutnya tidak sama dengan tulisan di mushaf. Diam-diam dibalik tampang sangar yang aku pasang setiap jadwal berkumpul kami berlangsung, aku sering menahan tawa melihat ekspresi mereka.

Ada tujuh anak yang anggaplah aku mandori tiga kali sehari. Setiap pagi usai subuh, pukul empat sore dan usai maghrib. Mereka sama sepertiku, belum genap satu semester tinggal di asrama. Bedanya aku telah menamatkan pendidikan strata satu dan mereka telah menamatkan pendidikan SLTP atau sejenisnya. Baiklah, sebelum menceritakan lebih jauh kehidupan kami di boarding school ini, Aku perkenalkan mereka satu persatu dengan versiku.

Salsabila Qatrunnada. Penghuni boarding memanggilnya Nada, walaupun Ia dirasa kurang pandai memainkan nada-nada, hehee. Satu-satunya yang berkacamata diantara kami dan memiliki kulit yang sangat sensitive (ssssttt.. istilah yang diperhalus dari gatelan. Piss Nad, piissss ^^v). Tapi perihal semangat.. jangan ditanya. Nada selalu antusias beraktivitas, utamanya yang bersifat motorik. Mungkin itulah alasannya dia eksis di ekskul pramuka sejak SMP, sangking eksisnya diangkatlah dia menjadi menteri keuangan pramuka inti di sekolah. Karena kelebihannya adalah hal-hal yang bersifat motorik otot-mengotot, susahnya minta ampun kalau ngajak remaja yang arti namanya tetesan embun ini untuk duduk manis. Percaya deh, tidak lebih dari lima menit ia akan pindah alam. Tertidur. Wkwkwkkkk. Tapi salut deh sama Nada yang tak pernah pantang menyerah. Apalagi semangatnya untuk memindah isi mushaf birunya ke dalam hatinya. Subhanallah, jadi adem Nad.. kalau liat perjuanganmu, antara melek-merem tiap habis subuh dan habis maghrib. Jadi berasa bener-bener kayak terkena tetesan embun lho Nad. Nada juga cerdas dan open minded, tidak ada kata sok dalam kesehariannya. Buktinya saat temen-temennya rame ngritik saran agar ia tampak anggun, tak lagi tampak seperti member punk yang funky punya, tetiba ia bertanya “gimana caranya jadi perempuan sejati?” aku jawab aja tak kalah menampakkan kecerdasan sebagaimana Nada, “Ya harus melahirkan dulu Nad.. barulah engkau dianggap perempuan sejati.” :D Semangat terus ya Nad buat ngebahagian Mama. Menurutku, hanya butuh sedikit lagi spirit untuk meninggalkan hobi [yang tidak disadarinya] ngobrol dan bercerita yang agak-agak unfaedah, agar proses copied isi mushaf kedalam dada lekas terlaksana. Kalau bisa sebelum lulus harus uda kelar. Atau dari pada ngobrol ngalur ngidul mending nyuci baju aja.  Sebagai salah satu bentuk perawatan terhadap kulit yang sensitive. biar kulitnya ga gampang bintik-bintik yang rasanya menggelitik-gelitik. Karena bagaimanapun, kulit sensitive harus senantiasa bersih, baik kulit itu sendiri maupun kain yang membungkus kulit itu, sehingga harus rajin ganti baju. Katanya mau jadi perempuan sejati? Salah satunya ya rajin nyuci baju alias nginem ya Nad.(selain melahirkan lho yaa, Wqwqwwwqqq).

Salwa Rimadhani Maghfiroh. Alumni satu almamater dengan Nada. Tingginya hampir sama, postur tubuhnya hampir sama, gaya lagu baca mushafnya juga hampir sama, sama-sama cepet uncontrol. Tapi Insyaallah sekarang sudah beda, lebih calm dan pas ditelinga. Hehee. Setiap membaca ayat terakhir halaman ke tujuh dari surat al-Baqarah, teman-temanya pasti mengingat namanya, wa dhollalna> ‘alaikum al-manna>’u wa al-salwa>. Tapi karena umurnya yang paling uzur diantra teman-temannya, hee, jadilah ia dipanggil Mbak Awa. Salwa rajin, bila diminta rajin. Suka mengulang bacaan mushafnya, bila diminta mengulang. Jadilah dia harus diminta terlebih dahulu. Hhmm, menurutku dia agak krisis bahan bakar untuk menggerakkan otot-ototnya agar mudah menjangkau mushafnya di jendela ujung kasurnya. Sampai sekarang aku masih mencari penyebab krisis energi Si Mbak Awa ini. Eman aja kalau yang sudah 9 bagian dari jumlah 30 bagian yang sudah dia copy ke kepala dan dadanya jadi hilang, karena akan butuh waktu lagi untuk mengembaliknnya. Kira-kira berapa lama waktu, berapa banyak biaya, dan berapa kal energi yang telah dikeluarkan baik dirinya maupun orang tuanya untuk mencapai sembilan bagian dari mushafnya itu yaa?. Aku rasa, Mbak Awa juga harus merubah mindset-nya, menjadi sedih dan tak bergairah bila belum melakukan muroja’ah mandiri [tanpa aku sebagai mandor] sebagaimana ia sedih saat kehabisan air dan tidak bisa mandi. Kapan bisa kaya gitu Mbak.. Kapan? *Maksa. Semoga, Amin (^^b). Salwa, dalam bahasa arab berarti manisan, ia memang memiliki garis senyum yang manis dan cheer up. Mudah-mudahan, akhir dari perjuangan bersama dua mushaf tercintanya (yang ukuran saku dan terjemah perkata) juga manis ya Mbak Awa. Amin, semoga kita semua juga.

Fina Khoirun Nisa’. Entah nulis namanya bener atau nggak, hee. Panggilannya Fina. Tidak susah menggambarkan seperti apa Fina, dia bak puteri Solo. Lemah lembut. Bahkan seakan  tak sanggup membuka lebar-lebar mulutnya saat melafalkan mushafnya. Ia lembut perasaannya. Bila sedikit saja kasar padanya, Fina akan meneteskan air mata. Sampai-sampai takut salah kata kalau sama Fina. Kebalikannya Nada nih, ia sama sekali tidak bisa main motorik. Tapi bingung juga sih kalau nyamainnya dengan puteri Solo, karena pernah juga pada suatu subuh dihariminggu ia berteriak-teriak bercanda sama si Nada. Hmmzz, barangkali puteri solonya lagi khilaf, Kekeekkeee. Layaknya seorang puteri ia pastilah baik hati dan tidak dapat dibebani dengan beban berat. Bila beban terlalu berat menggelayut di kepalanya, ia bisa sakit kepala, pusing, sakit gigi, demam, maupun sakit perut. Yahh maklumlah, sang puteri belum memiliki asisten yang dapat membantu meringankan pekerjaannya. Tapi percayalah Fina, bahwa segala macam beban yang dirasakan hari ini, akan sirna saat engkau berhasil menyelesaikan proses dengan segala usaha maksimal. Semangat Pin, inna ma’a al-‘usri yusran.

            Salsanaila Aurel Nadiva, Si Nela dengan laqob NilNul. Layaknya squishi idup, Nela paling ginuk-ginuk diantara kami. Tipe-tipe anak ayah, yang kalau ada apa-apa ngadunya ke Ayah, bahkan bajunya pun dicucikan ayah. Paling besar hati di antara ketujuh kawannya. Sepertinya besar hatinya lebih besar dari pada postur badannya, sehingga tiada kata baper dalam kamusnya. Bawaannya cheer up, panteslah kalau deketnya sama Salwa, sejenis. Nela juga easy going sejati, penting uda usaha, kalau bisa ya Alhamdulillah, ga bisa ya ga papa. Barang kali sikapnya inilah yang membuat pertumbuhannya subur, paling subur se-angkatan di asrama. Wkwkkkkk.. maap Kak Nel, keknya dari tadi body shamming mlulu isinya. Paling seneng liat dia malem-malem merem dengan suara cemprengnya. Saat mengulang 3x bacaan wajib, balik ke awal, pojok halaman, ulang lagi, PR ngulang berkali-kali sebelum tidur, dan seterusnya. Hahaaa.. sebenenya sih ga tega, tapi yaa gimana lagi. Menurutku Kayaknya Nela kebanyakan snack-snack dan es deh, jadi kalau lagi proses meng-copy ayat-ayat dari mushaf merah ke otaknya dan hatinya jadi susah karena kebayang jajan mulu, iya kan kak? (Mandornya kemeruh ^…^). Jangan jajan mulu kak, eman perutnya, jadinya kan walaupun volumnya gede tapi sensitive, sering perih hingga nangis-nangis. Kalau dramanya udah episode sakit perut, ini bikin Aku sedih, sedih bukan karena khawatir Nela jadi kuyusan, tapi karena tidak lagi melihatnya menutup mata sambil teriak-teriak dengan suara cemprengnya pada tiga waktu dimana aku biasa menjadi mandornya. Segera menjadi dewasa kak, ga sabaran liat Nela mengurus ini itu sendiri dengan jarang bantuan Ayah ;)

            Alvina Nur Dianita. Nana panggilannya. Jangan bayangkan dia seperti Kim Nana dalam drama City Hunter yaakk, jauh banget. Wqwqwqwqqqq. Nana tuh menurutku tipikah makhluk misterius. Kog bisa? Gimana ga misterius coba, kalau sedang berduaan dengan mushaf pinknya, dia tak bersuara, tetiba mandekat kepadaku selaku mandor agar sudi mendengarkan suaranya yang rada-rada serak mamel, pastilah aku sudi mendengarkan suaranya, hanya saja misterius aja, dari tadi ga ada suaranya bertilawah, tetiba mendekat dan semudah itu ia memindahkan lafal-lafal dalam mushaf ke memori dan hatinya. Alhamdulillah. Kalau dalam hal ini, Kim Nana pacar Lee Yoo Sung kalah sakti deh. Tapi kalau dia sedang BM [meminjam istilah Nela yang katanya akronim dari Bad Mood] udahlah, isinya ngeluh ae.. “Duh bu mandor.. susah kaaah, Nana ndak bisa”. Aslinya pengen tak ketawain, tapi yang namanya remaja baru gede ya butuhnya diperhatikan, sebisa mungkin disaat Nana sedang adegan mengeluh dalam dramanya, kupasang tampang prihatin, empati tingkat sedang, bahwa aku tau kalau itu susah. Dicampur dengan tampang tegas dengan sedikit galak bahwa kau pasti bisa. Hahaaa. Kadang dia nangis. Hampir sama dengan Fina si Puteri Solo, dia mudah terbeban dan gampang sakit. Amandel, pusing, demam adalah makhluk halus yang sering menghampirinya. Kalau analisaku sih yaa, barangkali karena dia bungsu, jadi kurang asupan beban berat sejak kecil, karena bila terdapat beban, akan dibantu oleh orang tuanya ataupun abangnya agar beban beratnya menjadi ringan. Barang kali begitu (--.--), kemerruh again.  Atau bisa jadi terkontaminasi Fina, kan sekamar tuh. (aishh.. Fina kog dijadikan kambing hitam). Hmmzz, intinya yaa mengalir aja Na, nggak usah terlalu dipikirkan. Kayak Nilnul aja, penting ikhtiar dan tetep happy apapun yang terjadi.

            Sinta Sonia Aulia Ali. Dipangil Sinta, kalau dari hasil analisaku nih yaa.. Orang tuanya memeberi nama Sinta terinspirasi dari tokoh legendaris Ramayana, buktinya nama kakaknya Sri Rama. Cocok dah kan jadi tokoh utamanya, Rama dan Sinta. Kita tinggalkan epos Rama dan Sinta, karena ini bukanlah tempat yang tepat untuk menceritakannya. Intinya Sinta adalah pribadi yang paling tertutup diantara ketujuh temannya. Dan ia kebalikan dari Nela. Bila Nela anak Ayah, maka Sinta anak ibuk sejati. Sampai-sampai kata ibunya “kalau dirumah ada apa-apa mesti buk..buk.. selalu bak-bik-buk. Sampai-sampai dasi hilangpun harus manggil Buk”. Heheee.. Wajar lah Sinta ya, anak bungsu. Hehee. Sebagaimana yang lain, dia juga sangat bersemangat mengopi ayat-ayat di mushafnya agar terpateri ke memori dan hatinya. Terbukti, mushaf hijaunya sudah mulai buruk rupa dengan cover mulai membutuhkan lakban agar tidak lepas. Padahal mushafnya masih gres pas pertama kali datang ke boarding. Wkwkwkkk. Yang paling unik dari Sinta adalah suaranya. Hemm.. gimana yaa.. jenis suara melengking yang sepertinya berasal dari ujung tenggrokan yang paling dalam. Sampe beberapa seniornya yang uda kelas XII bertanya, “siapa nama adek itu ya Mandor, suaranya lucu sekali.. heheheee”. Kalau aku menganalisis dari kesehariannya [maklum.. kan mandor, selalu mengawasi], sebenarnya dia remaja yang memiliki cita-cita luhur, ingin membahagiakan orang tua dan keluarganya dengan terus belajar dan menanam Kalam Mulia dalam dirinya. Tapi sepertinya dia sebagai anak ibuk sejati, belum siap jauh dari ibunya, jadilah wajahnya seperti galau setiap saat. Sangking galaunya menurutku, bahkan ia seperti tak punya nafsu sama sekali untuk mandi sore. Betahnya si Sinta, setelah berjeruk-jeruk ria (aromanya lho yaa) seharian di sekolah untuk tidak mengguyur badanya dengan air (0.0). HHmmzz, semoga lekas hilang galaunya, segera bisa beradaptasi dengan boarding yang tanpa ibuk. Sehingga untuk mandipun takperlu disuruh lagi, sebagaimana Sinta yang saat ini sudah terbiasa mengulang-ngulang ayat-ayat yang telah tertanam dalam memorinya tanpa disuruh.

Cindy Kurnia Fatihah, dia biasa menulis inisial namanya CKF di barang-barangnya. Yang membuatku galfoks menjadi KFC. Hehee.. efek laper kayaknya. Dia yang paling prima fisiknya, makanya aku sebutin di akhir, karena dia ga bakalan sakit. Hahaaa.. ya kan Cin. [apa hubungannya coba? :D]  Menurutku, Cindy anak yang berkomitmen bagus. Apapun yang terjadi, dia tak akan berpaling dari komitmennya. Tak peduli panas hujan badai. Itulah sebabnya ia bertahan tinggal di boarding walau ibuk tercintanya agak keberatan pada awalnya. Demi apa coba? Demi mengcopy dan menanam kalam mulia dalam mushafnya ke memory dan hatinya. Sama dengan yang lain. Dengan komitmennya juga ia tetap bertahan di ekskul paskriba saat ketiga teman boarding yang lain melambaikan tangan. Suka sekali dengan komitmennya, yang rela nambah jam untuk aku mandori lagi karena dia sibuk baris berbaris dengan pasukannya, hingga tertidur di musholla bahkan teras. Apalagi kalau suara lantangnya memecah kesunyian di lapangan depan, mengulang-ngulang bacaannya, menambah ayat yang hendak ditanam di hati dan memorinya, dijamin, para kodokpun akan berloncatan menjauh. Yang paling ngeselin nih [ada positif kan yan ada negatifnya kan Cin **v] kalau dia udah dalam keadaan kualahan, selalu terucap “buh kah.. du kah..” bikin sakit telinga eke selaku mandor. Hahaaa. Sebagai mandor aku juga menganalisa, karena dia sudah terlatih ala-ala militer dalam paskibra, menjadikan dia tak telaten dalam bidang dapur-mendapur. Susahnya masyaallah kalau minta dia piket masak. Sampe rekan piketnya uda kaya jomblo aja, ngenes. Wwkwkwkkk. (Yang peka lah Cin). Lagi, efek sering mendengar suara bariton dalam paskibra dia kalau bicara selalu teriak-teriak (Just my Analys). Aku sebagai mandor jadi kalah sama suaranya. Mbok yo suarane rodok di cilikne volumene Cin. Ben jadi perempuan sejati, kalau dalam istilahnya Nada. Hehehee. Semoga kau dapat menjadi pribadi yang seperti es batu (seluruh dunia tau kalau itu cemilan favoritmu, hee). Komitmenmu terhadap mushafmu keras sebagimana tekstur es, keberadaanmu dapat menyejukkan, sebagaimana es batu yang mendinginkan, dan hatimu dapat meleleh bila melihat kemungkaran dalam diri maupun sekitarmu, sebagaimana es batu dapat cair mengikuti keadaan.

Gantian aku yang mengrjap-ngerjap sekarang, menyunggingkan senyum samar. Tersadar dari lamunan panjang yang sangat subjektif menilai setelah memperhatikan mereka satu per satu. Langit semakin jingga, sejingga hatiku terhadap para penghuni boarding (maksudnya?).

Mereka hanya tujuh orang, berarti hanya seperdelapan dari total penghuni asrama, tak cukuplah kalau disebutkan semuanya satu persatu. Sangat salut kepada mereka. ABG labil yang  mengambil keputusan untuk hidup bersama kalam mulia tanpa ragu. Kegiatan harian yang padat, sekolah full day, beragam ekskul, kegiatan minat bakat, segudang tugas, event perlombaan, aneka kegiatan boarding sejak selepas melek hingga hendak tidur, berbagai jenis piket harian, mulai dari membersihkan kamar, menyapu, membuang sampah, mencabut rumput, masak, hingga menguras kamar mandi. Belum lagi dipaksa menjadi tukang laundry terbaik bagi pakaiannya sendiri. Subhanallah.. kalau dihitung satu-satu, ndak tega sebenernya sama mereka.

Tapi tenanglah kawan, ‘apa yang akan kita tuai esok adalah hasil dari yang kita tanam hari ini’. Pepatah lama yang sudah terbukti tapi sering kali kita ragu dengan kebenarannya. Sehingga seringkali setengah hati menjalani hari ini. Selaku mandor akan aku usahakan memberikan yang terbaik untuk kalian, karena bagaimanapun sebelumnya aku juga menjalani kehidupan seperti kalian, dan karena tidak mendapatkan arahan yang jelas tentang apa yang harus lakukan dan aku siapkan untuk masa depanku, Aku hanya bisa menjadi mandor sekarang, saat orang-orang seusiaku sudah jauh melesat menembus batas. Walaupun begitu, aku bersyukur dipertemukan dengan kalian, karena energi kalian me-recharge energiku yang mulai menipis. Terimaksih karena kalian masih menganggap aku berhaga sebagai mandor kalian.

Barangkali inilah alasan Bang Tere sering menuliskan latar belakang pendidikan para tokohnya dengan sekolah berasrama, karena tidak hanya tempaan akademis yang diberikan, tetapi berbagai tempaan agar penghuninya menjadi pribadi strong yang senantiasa memiliki stock problem solving cemerlang dalam menghadapi kehidupan. Sekarang aku dapat melihat dan memperhatikan nilai plusnya. Aku harap kalian tidak telat mendapatkan hikmah besar kehidupan boarding (seperti aku yang baru mendapatkan hidayah), jalanilah sepenuh hati walaupun kadang si hati merasa berat. Maafkan aku.. yang tak sempurna tuk dirimuuu.. *nyanyi.

Masjid seberang sekolah membunyikan lantunan kalam mulia melalui pengeras suara, kembali aku perhatikan mereka satu-satu sebelum memanggil agar berkumpul kembali di gazebo untuk berdoa. Ku buka buku tipis bersampul hitam yang menyembul diantara lembar mushafku, berjudul Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghafal al-Qur’an, karya Dr. Ali Mustafa Yaqub, Pengasuh pesantren Darus Sunnah, sebenarnya aku sudah menghatamkannya. Ku buka halaman secara random, halaman 33, terdapat hadist dengan terjemah Dari Jubair bin Nufair, katanya, Rasulullah Saw. Bersabdah: sesungguhnya kamu tidak akan kembali menghadap Allah dengan membawa sesuatu yang paling baik dari pada hal yang berasal daripada-Nya, yaitu al-Qur’an”. Ku pejamkan mata, semoga kita semua kembali Kepada-Nya dengan membawa al-Qur’an. Dan di hari kebangkitan nanti, dapat memberikan syafaat untuk kita, orang tua, dan orang-orang yang kita cintai. Amin.

Ku lambaikan tanganku pada mereka, satu-satu datang kearahku dengan senyum mengembang, karena jadwal sore ini telah selesai saatnya kembali ke boarding dan mengambil jatah makan. Allahumma irhamna bi al-Qur’an..

***

Jember, 12 Desember 2018

Selasa, 19 Februari 2019


Memulai Kembali

Akhirnya laman ini dibuka kembali. Sekitar satu semester lalu asal bikin dan asal tulis. Adalah malam terakhir di pesantren –tak mau menyia-nyiakan saat terakhir menggunakan fasilitas WiFi pesantren, wkwwkkkk- Ya sedih.. Ya seneng.. setelah siang harinya munaqosyah (kalimat yang diperhalus dari pembantaian ilmah, katanya..) akhirnya esok malamnya pindah tempat tidur, walaupun masih sama-sama di Jember. [Dear Mbak Dun.. ingat dengan malam packing itu kan?]
Sejak dulu ingin nge-blog untuk jurnal pribadi. Agar semangat tetap stabil. Karena sering kali Aku yang lalu sedikit lebih baik dari pada yang sekarang. Bila tidak ditulis, hampir semua kegiatan, target dan prinsip jadinya  uncontrol. Seperti satu semester ini, yang lebih banyak ber-hibernasi daripada berkegiatanl yang berfaedah. Yahh.. begitulah hidup. Makanya selain berikhtiar agar semuanya berjalan dengan baik jangan lupa tetap meminta limpahan kebaikan dan rahmat kepada yang maha kuasa. Ora ono doyo pikuatan kejobo klawan pitulunge Gusti Allah. 
Insyaallah kedepan, Jurnal perjalanan yang paling banyak dituliskan adalah perjalanan bersama al-Qur’an. Alhamdulillah Allah memilihku menjadikan bagian dari keluaraganya, setidaknya untuk saat ini dan mudah-mudahan seterusnya hingga di keabadian. Karena kami tidak tau akhir perjalanan ini akan seperti apa nantinya (T_T). Ya Allah biha.. Ya Allah biha.. Ya Allah bi chusnil khotimah.
Kenapa tulisan perjalanan bersama al-Qur’an yang diprioritaskan? Karena untuk meyakinkan dan menguatkan diri agar rasa cinta kepadanya tidak hambar, senantiasa berusaha melaksanakan seluruh ajaran, juga karena banyak yang menginginkan untuk dapat bersamanya dan mendapatkan syafa’atnya kelak, mudah-mudahan dari catatan harian ini dapat bermanfaat bagi khalayak banyak. Dan karena Aku tipikal orang yang teledor, diharapkan dengan menulis, aku akan malu bila semua yang aku tulis tidak Aku laksanakan. Terakhir agar semangat berdakwah dan berjuang itu tidak pernah padam.
Sebenarnya terdapat kekhawatiran dan ketakukan, karena barang siapa yang sering berbicara mengenai suatu hal, maka akan diuji dengan hal tersebut. Misalnya seorang yang sering membicarakan parenting maka akan diuji dengan anak-anaknya (lupa baca di buku apa). Sehingga khawatir sekali tulisan-tulisan ini akan menjadi ujian. Tapi kembali lagi pada the power of yaqin. Insayaallah, Allah senantiasa membantu. Semoga kedepan semua kebaikan senantiasa Istiqomah. Amin.